Rabu, 30 Juni 2010

LARANGAN TERHADAP TRANSAKSI YANG DIHARAMKAN SISTEM DAN PROSEDUR PEROLEHAN KEUNTUNGANNYA

Selain melarang transaksi yang haram zatnya, agama Islam juga melarang transaksi yang diharamkan sistem dan prosedur perolehan keuntungannya. Beberapa hal yang masuk kategori transaksi yang diharamkan karena sistem dan prosedur perolehan keuntungan tersebut adalah :
1. Tadlis ( ketidaktahuan satu pihak )
2. Gharar ( ketidaktahuan kedua pihak )
3. Ikhtikar ( rekayasa pasar dalam pasokan )
4. Ba'i najasy ( rekayasa pasar dalam permintaan )
5. Maysir ( judi )
6. Riba

KETERANGAN :
1. TADLIS
Adalah transaksi yang mengandung suatu hal pokok yang tidak diketahui oleh salah satu pihak. Tadlis dapat terjadi pada salah satu dari 4 ( empat ) hal poko dalam jual beli berikut ini :

A, KUANTITAS
Salah satu pihak ( penjual ) misalnya mengurangi taksiran barang yang telah disepakati antara penjual dn pembeli. Pengurangan takaran, dalam hal ini, hanya diketahui oleh si penjual. Sekiranya pembeli mengetahui adanya penguranga tersebut, dapat dipastikan pembeli tidak akan rela dalam jual beli yang telah dilakukan.

B, KUALITAS
Dalam hal kualitas, misalnya salah satupihak ( penjual ) mengetahui bahwa barang yang dijual memiliki cacat yang sekiranya diketahui oleh pembeli, maka harga jual barang akan berkurang sesuai dengan nilai barang yang sebenarnya. Dalam hal ini, penjual sengaja tidak memberitahu cacat barang tersebut agar dapat menjual dengan harga tinggi atau lebih tinggi dari sebenarnya. Transaksi ini diharamkan karena sekiranya pembeli tahu, maka ia tidak akan rela terhadap transaksi tersebut.

C. HARGA
Praktik tadlis pada harga dilakukan penjual dengan memanfaatkan ketiaktahuan pembeli tentang harga pasar, sehingga dapat menjual produknya dengan hargha t5inggi. Sekiranya pembeli mengetahui bahwa harga tinggi tersebut hanya berlaku pada dirinya sedangkan orang lain tidak, , hal ini dapat mengakibatkan rusaknya kerelaan pembeli atas transaski yang sudah dilakukan.

D. WAKTU PENYERAHAN
Praktik tadlis pada waktu penyerahan dilakukan penjual dengan menutupi kemampuan ia dalam menyerahkan barang yang sebenarnya lebih lambat dari yang ia janjikan. Contoh praktik tadlis dalam hal waktu penyerahan adalah janji penjual bisa menyelesaikan proyek dalam jangka waktu i bulan, padahal penjual tersebut memahami bahwa pada waktu yang disepakati tersebut apa yang dijanjikan tidak akan dapat dipenuhi. Kondisi ini juga bertentangan dengan prinsip kerelaan dalam muamalah.Oleh karena sekiranya pembeli mengetahui hal demikian, maka ia tidak akan mau bertransaksi dengan penjual tersebut.

Ketiadaan informasi juga bisa terjadi pada penyedia jasa dalam transaksi sewa. Sebagai contoh, pemberi kerja yang menyewa tenaga pekerja sengaja tidak menyebutkan bayaran yang akan diterima pekerja dengan pertimbangan si pekerja akan keberatan bekerja karena tidak sesuaidengan harga pasar. Setelah pekerja menyelesikan pekerjaannya, barulah bayaran disampaikan dan pekerja tidak memiliki pilihan selain menerima bayaran yang ditetapkan pemberi kerja.
Untuk menghindari praktik tadlis dalam perbankan syariah, semua transaksi yang dilakukan oleh bank syqariah, terutama yang terkait dengan jual beli barang maupun sewa jasa antara bank syariah dengan nasabah dan pihak lain maupun antara bank syariah dengan para pegawainya, harus dilakukan secara transparan. Segala hal yang pokok dalam jual beli barang atau sewa jasa harus terinformasikan kepada kedua belah pihak dan dijelaskan pada akad yang disepakati kedua belah pihak .
2.GHARAR
Transaksi Gharar memiliki kemiripan dengan tadlis. Dalam tadlis, ketiadaan informasi terjadi pada salah satu pihak, sedangkan dalam gharar ketiadaan informasi terjadi pada kedua belah pihak yang bertransaksi jual beli . Gharar dapat terjadi pada salah satu dari empat ( 4 ) hal pokok dalam jual beli berikut ini :

A.KUANTITAS
Gharar dalam kuantitas, misalnya adalah pembelian seluruh hasil panen ketika pohon atau tanaman belum menunjukkan hasilnya. Dalam hal ini , pada saat jual beli, baik penjual atau pembeli tidak tahu berapa kuantitas hasil panen yang diperjualbelikan. Nilai jual beli panen bisa lebih tinggi dan bisa lebih rendah dibandin g nilai yang diserahterimakan. Sekiranya hasil panen lebih tinggi dari nilai uang yang diberikan pembeli, maka pembeli akan menjadi pihak yang diuntungkan, sedangkan penjual tidak dapat menikmati keberhasilan panennya. Sebaliknya, jika hasil panen lebih rendah dibanding nilai transaksi saat pembelian, pembeli akan menjadi pihak yang dirugikan.

B. KUALITAS
Gharar dalam kualitas , mislnya adalah penjualan sapi yang masih dalam perut induknya. Kedua belah pihak, baik pembeli maupun penjual , tidak mengetahui bagaimana kualitas sapi itu nantinya ketika lahir. Dalam hal ini, sekiranya sapi yang dilahirkan berkualitas baik , maka pembeli akan diuntungkan, dan sebaliknya akan menjadi pihak yang dirugikan apabila sapi yang dilahirkan nantinya aadalah sapi dengan kualitas buruk.

C.HARGA
Gharar dalam harga dapat terjadi jika kedua belah pihak tidak pasti mengenai harga yang dipakai dalam jual beli yang disepakati. Sebagai contoh adalah jual beli dengan kesepakatan harga berikut,”Sekiranya barang ini lunas dalam jangka waktu di bawah satu tahun, maka marginnya adalah 20 %, tapi seandainya lunas antara satu hingga dua tahun, maka marginnya otomatis menjadi 40 % “. Oleh karena kedua belah pihak tidak tahu apakah pembayaran akan dilunasi dalam satu tahun atau lebih, dalam hal ini harga barang barang mengalami ketidakpastian, apakah harga dengan margin 20 % maupun harga dengan margin 40 %.

D.WAKTU PENYERAHAN
Gharar dalam hal waktu penyerahan dapat terjadi jika kedua belah pihak tidak tahu kapan barang akan diserahterimakan. Sebagai contoh penjualan mobil yang sedang hilang dicuri dengan akad pembeli membayar seharga tertentu dan berhak atas mobil yang sedang hilang dilarikan pencuri.

3. BA’I IKHTIKAR
Merupakan bentuk lain dari transaksi jual beli yang dilarang oleh syariah Islam. Ikhtikar adalah mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun . Dengan demikian, penjual akan memperoleh keuntungan yang besar karena dapat menjual dengan harga yang jauh lebih tinggi disbanding harga sebelum kelangkaan terjadi. Pelarangan tindakan ini, selain memiliki dalil naqli ( dalil yang sudah ditulis dalam Al Qur’an), juga didasarkan atas kaidah fikih terkait dengan keharusan memelihara nilai keadilan serta menghindari unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan .

4.BA’I NAJASY
Adalah tindakan menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk, sehingga harga jual produk akan naik. Upaya menciptakan permintaan palsu antara lain dengan

a.Penyebaran isu yang dapat menarik orang lain untuk membeli barang

b.Melakukan order pembelian semu untuk memunculkan efek psikologis orang lain untuk membeli dan bersaing dalam harga .

c.melakukan pembelian pancingan sehingga tercipta sentiment pasar. Bila harga sudah naik sampai level yang dinginkan, maka yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan melepas kembali barang yang sudah dibeli.

5.MAYSIR
Ulama mendefenisikan maysir (judi atau gambling) sebagai sebuah permainan di mana satu pihak akan memperoleh keuntungan sementara pihak lainnya akan menderita kerugian. Cpntoh penerapan larangan maysir pada keuangan syariah aqdalah larangan untuk memberikan pembiayaan pada bisnis yang mengandung unsure judi. Conth penerapan lain adalah larangan pada bank untuk untuk menjadikan uang sebagai instrument spekulasi dan mendapatkan keuntungan dari ketidakstabilan nilai tukar mata uang.

6.R I B A
Secara bahasa, riba bermakna tambahan, tumbuh atau membesar. Defenisi riba yang banyak digunakan dalam literature ekonomi syariah adalah defenisi yang dirumuskan oleh Imam Sarakhsi sebagai berikut :
“Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.”
Riba adalah bentuk transaksi yang dilarang dalam Islam dan bersinggungan langsung dengan praktik perbankan konvensional. Pada akhir tahun 2003 MUI secara resmi memfatwakan haramnya bunga bank konvensional. Alasan riba diharamkan oleh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah agar orang tidak berhenti berbuat kebajikan. Hal ini karena ketika diperkenankan untuk mengambil bunga atas pinjaman, seseorang tidak berbuat makruf lagi atas transaksi pinajanm –meminjam dan sejenisnya , padahal Qardh bertujuan menjalin hubungan yang erat dan kebajikan antarmanusia.

Riba dalam transaksi utang piutang terbagi atas 2 (dua) kategori yaitu :
-1. Riba Qardh adalah kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang

-2. Riba Jahiliyyah adalah riba yang timbul karena peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.

Adapun riba dalam transaksi jual beli terbagi 2 ( dua ) yaitu :
-1. Riba Fadhl yaitu riba yang timbul karena pertukaran antarbarang ribawi yang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda.

-2. Riba nasi’ah adalah riba yang timbul karena penangguhan penyerahan atau penerimaan barang yang dipertukarkan dengan jenis barang lainnya

Senin, 21 Juni 2010

LARANGAN TERHADAP TRANSAKSI YANG MENGANDUNG BARANG ATAU JASA YANG DIHARAMKAN

Larangan terhadap transaksi yang mengandung barang atau jassa yang diharamkan sering dikaitkan dengan prinsip muamalah, yaitu keharusan menghindar dari kemudaratan. Al Qur'an dan Sunah Nabi Muhammad SAW, sebagai sumber hukum dalam menentukan keharaman suatu barang atau jasa , menyatakan secara ekslisit berbagai jenis bahan yang dinyatakan haram untuk dimakan, diminum maupun dipakai oleh seorang muslim. Diantaranya adalah meminum khamar (minuman keras) dan menggunakan bangkai, atau hewan yang dilarang seperti babi, binatang bertaring untuk dimakan atau dipakai untuk kosmetik. Al Qur'an dan Sunah nabi Muhammad SAW juga secara ekslisit melarang dilakukannya berbagai jenis atau tindakan antara lain tindakan prostitusi, mempertontonkan aurat, merusak akidah, menganiaya orang lain dan sebagainga.
Seiring dengan perkembangan zaman, terdapat cukup banyak variasi makanan, minuman dan tindakan yang secara substansi sama dengan barang atau jasa yang secara eksplisit dilarang Al Qur'an dan Assunah. Dalam hal ini, mayoritas ulama sepakat untuk menerapkan hukum yang sama dengan zat yang diharamkan dalam Al Qur'an dan Sunah Nabi.
Bagi industri perbankan syariah, pelarangan terhadap transaksi yang haram zatnya tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan memberikan pembiayaan yang terkait dengan aktivitas pengadaan jasa, produksi makanan, minuman dan bahan konsumsi lain yang diharamkan oelh Majelis Ulama Indonesia. Dalam pemberian pembiayaan, bank syariah dituntut untuk selalu memastikan kehalalan jenis usaha yang di8bantu pembiayaannya oleh bank syariah. Dengan demikian, pada suatu bank syariah tidak akan ditemui adanya pembiayaan untuk usaha yang bergerak di bidang peternakan babi, minuman keras, ataupun bisnis pornografi dan lainnya yang diharamkan.

Kamis, 17 Juni 2010

MEKANISME OPERSIONAL BANK SYARIAH

Secara konsep, bank Syariah menghindari praktek transaksi berbasis bunga. Lantas bagaimana mekanisme operasional bank yang sesuai syariah? Perwujudan sistem syariah do dalam perbankan tanpa bunga adalah dengan menerapkan sistem bagi hasil. Yakni suatu pola transaksi yang tidak memastikan pemberian hasil ( keuntungan/ imbaloan ).kepada para pihak yang bertransaksi dengan bank. Melalui mekanisme bagi hasil terjalin hubungan kemitraan antara naasabah penyimpan dama, bank dan nasabah pembiayaan.

Bank sebagai lembaga keuqangan akan menghimpun dana dari masyarakat. Nasabah pemilik dana akan diperlakukan sebagai investor di bank syariah. Dana mereka akan dikelola oleh bank syariah,dan pemilik dana berhak atas keuntungan yang diperoleh bank. Imbalan yang diterima pemilik dana bukan merupakan prosentase tertentu seperti halnya bunga , namun berupa nisbah , yaitu angka proporsi bani hasil antara naabah dan bank. Bila nasabah dana mendapatkan nisbah 45%, maka bank mendapatkan 55%. Dengan demikian setiap bulan bank akan memberikan keuntungan berupa bagi hasil sebesar 45% dari keuntungan bulan tersebut kepada para penabung. Besarnya nisbah yang dibayarkan berbedea-beda tergantung pada jenis simpanan dan jangka waktunya.

Lalu dari mana Bank mendapatkan kenutungan ? Dana yang dihimpun oleh bank syariah akan disalurkan ke masyarakat kembali dalam bentuk pembiayaan. Pola transaksi pembiayaan tidak berdasarkan pembebanan bunga seperti bank konvensiona , tetapi berdasarkan akad-akad yang lazim dipraktekkan dalam pembiayaan dibank syariah . Dari transaksi pembiayaan yang diberikan bank mendapatkan pendapatan dalam bentu :
* Keuntungan berupa margin dari pembiyaaan jual belu
* Keuntungan bagi hasil dari pembiayaan model kerja dengan bagi hasil
* Pendapatan sewa dari pembiayaan sewa.

Untuk lebih jelasnya bagaimana mekanisme bagi hasil dipraktekkan sebagai berikut
1.Nasbah dana menyimpan dananya di bank syariah dalam bentuk tabungan, deposito dan giro . Mereka adalah investor yang mempercayakan dananya untuk dikelola oleh bank syariah.
Masing-masing jenis penempatan dana mendapatkan bagi hasil yang berbeda-beda . Tabungan
mendapatkan nisbah 45%, deposito 55% dan bonus giro 2%. Misalkan dalam contoh disini
dana pihak ke tiga yang dihimpun oleh bak adalah sebesar Rp, 80.000.000.000,00

2.Dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank akan dislurkan kembali ke masyarakat dalam
bentuk pembiayaan dan diasumsikan tersalurkan seluruhnya sebesar Rp. 80.000.000.000,00
Pembiayaan yang diberikan terbagi dalam bentuk pembiayaan jual beli Rp.45.000.000.000,00
pembiayaan bagi hasil Rp. 25.000.000.000 dan pembiayaan sewa Rp.10.000.000.000,00

3.Atas pembiayaan yang diterimanya, setiap bulan nasabah pembiayaan memberikan keuntungan
kepada bank. Dalam keterangan diatas, bank mendapatkan pendapatan dari margin jual beli
sebesar Rp.3.000.000.000,00, kenutungan bagi hasil sebesar Rp. 2.000.000.000,00 dan
pendapatan sewa Rp.1.000.000.000,00. Total pendapatan bank dari pembiayaan dalam bulan
terbut sebesar Rp. 6.000.000.000

4.Bank berkewajiban memberikan bagi hasil dari pendapatan yang diperolehnya kepad nasabah
dana sebagai investor. Masing-masing jenis penempatan dana mendapatkan bagi hasil yang
berbeda-beda yang besarnya di hitung berdasarkan besarnya nisbah dan jumlah penempatan
setiap jenis dana .

Dalam keterangan diatas diketahui :
- Jumlah penempatan dna tabungan sebesar Rp.30.000.000.000,00
- Total dana pihak ke tiga sebesar Rp. 80.000.000.000,00
- Nisbah tabungan 45%
- Pendapatan bank dari pembiayaana sebesar Rp 6.000.000.000,00
Sehingga total penabung di bank syariah akan mendapatkan bagi hasil sebagai bagian dari kenutungan bank yang dibagi adalah sebesar :
30 / 80 X 45% X Rp.6.000.000.000,00 = Rp. 1.012.000.000,00

Pola penghitungan yang sama berlaku juga untuk menghitung bagi hasil yang diterima nasabah pemilik deposito dan rekening giro. Dengan demikian total pendapatan yang dibagikan kepada nasabah dana aadalah sebesar Rp.2.667.000.000,00 sedangkan sisanya sebesar Rp.3.323.000.000,00 menjadi pendapatan bersih bagi bank

Dari mekanisme tersebut di atas dapat diketahui bahwa :
* Besar kecilnya pendapatan bank ditentukan oleh besar kecilnya pendapatan nasabah yang
di biayai. Salah satu akad pembiayaan syariah adalah dengan mekanisme pembiayaan bagio
hasil, di mana keuntungan yang dibagikan kepada bank mengikuti pendapatan usaha
nasabah, Bila pendapatan usaha nasabah meningkat maka pendapatan bank akan bertambah.
Sebaliknya bila nasabah mengalami penurunan usaha, maka bagi hasil yang diterima bank
menjadi kecil.

* Semakin besar pendapatan yang diterima bank, maka nasabah dana juga akan menerima bagi hasil yang besar, sebaliknya bila bank mengalami penurunan pendapatan , maka bagi hasil yang di berikan kepada nasabah dana juga ikut menurun.

* Dalam upayanya memberikan bagi hasil yang menarik dan bersaing bagi para penyimpan dana, maka bank syariah akan berusaha untuk meningkatkan pendapatannya. Bagi hasil yang tinggi akan menarik minat masyarakat untuk menyimpan dananya di bank syariah. Artinya, bank syariah memiliki sumber pendanaan yang cukup untuk meningkatkan pembiayaan. Pembiayaan yang meningkat berpaluang u7ntuk menciptakan pendapatan yang meningkat pula. Begitu seterusnya, sehingga tercipta sinergi dan keterkaitan anatara nasabah penyimpan dana, bank dan nasabah pembiayaan

Minggu, 13 Juni 2010

PERSAMAAN DASAR AKUNTANSI

PERSAMAAN DASAR AKUNTANSI SYARIAH

Sebagaimana dijelaskan bahwa Bank Syariah memmpunyai karakteristik tersendiri, dimana hal ini juga membawa implikasi dalam akuntansi Bak Syariah itu sendiri.
Dalam akuntansi umum persamaan akuntansi pada unsur neraca adalah sebagai berikut :


Aktiva = Kewajiban + Modal


Karena karakteristiknya akuntansi Bank Syariah mempunyai persamaan akuntansi yang berbeda dengan persamaan akuntansi yang berbeda dengan persamaan akuntansi umum atau akuntansi bank konvensional, persamaan akuntansi pada unsur neraca bank syariah adalah :


Aktiva = Kewajiban + Investasi Tidak Terikat + Modal


Unsur dalam laporan laba rugi akuntansi umum diperoleh persamaan akuntansi atas laporan laba rugi sebagai berikut :


Laba/Rugi = Pendapatan - Beban



Laporan Keuangan Bank Syariah

Oleh karena karakteristik yang berbeda bank syariah dengan bank non syariah, atau akuntansi umum, maka membawa konsekwensi pelaporan yang harus diterbitkan, sehingga laporan keuangan bank syariah meliputi :

1. Laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan bank syariah sebagai investor beserta hak dan kewajibannya, yang dilaporkan dalam
(i) laporan posisi keuangan
(ii) laporan laba rugi
(iii) laporan arus kas
(iv) laporan perubahan ekuitas

2. Laporan keuangan yang mencerminkan perubahan dalam investasi terikat yang dikelola oleh bank syariah untuk kemanfaatan pihak-pihak lain berdasarkan akad mudharabah atau agen investasi yang dilaporkan dalam laporan perubahan dana investasi terikat; dan

3. Laporan keuangan yang mencerminkan peran bank syariah sebagai pemegang amanah dana kegiatan sosial yang dikelola secara terpisah, yang dilaporkan dalam :
(i) laporan posisi keuangan
(ii) laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infaq dan shadaqah
(iii) laporan sumber dan penggunaan dana al-qardhul hasan


Apabila diperbandikan dengan laporan keuangan yang harus dibuat dalam bank konvensional, yang diatur dalam PSAK 31, adalah sebagai berikut :



Bank Konvensional (PSAK 31)

Bank Syariah (PSAK 59)
1. Laporan posisi keuangan
2. Laporan Laba Rugi
3. Laporan Perubahan Ekuitas
4. Laporan arus kas
5. Catatan laporan keuangan 1. Laporan posisi keuangan
2. Laporan Laba Rugi
3. Laporan Perubahan Ekuitas
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan Laporan Keuangan
6. Laporan Investasi Terikat
7. Laporan sumber dan penggunaan dana Al-qardhul hasan
8. Laporan sumber dan penggunaan dana ZIS



LAPORAN KEUANGAN AKUNTANSI SYARIAH

Neraca

Unsur-unsur neraca bank syariah meliputi aktiva,kewajiban investasi tidak terikat, dan ekuitas. Berdasarkan unsur-unsur neraca tersebut dibuat persamaan akuntansi untuk neraca menjadi sebagai berikut :


AKTIVA = KEWAJIBAN + INVESTASI TIDAK TERIKAT + EKUITAS


Yang membedakan dengan neraca jenis organisasi lain adalah terletak pada “investasi tidak terikat”. Investasi tidak terikat bukan merupakan kewajiban dan juga bukan ekuitas. Investasi tidak terikat adalah dana pihak ketiga yang dititipkan/diserahkan kepada bank untuk dikelola tanpa ikatan dari penitip dana atau dikelola secara bebas sesuai syariah. Penyajian aktiva pada neraca atau pengungkapan pada catatan atas laporan keuangan atas aktiva yang dibiayai oleh bank sendiri dan aktiva yang dibiayai oleh bank bersama pemilik dana investasi tidak terikat dilakukan secara terpisah.





BANK SYARIAH
NERACA
PER 31 DESEMBER 20...

AKTIVA
Kas Rp. xx
Penempatan pada Bank Indonesia Rp. xx
Giro pada bank lain Rp. xx
Penempatan pada bank lain Rp. xx
Efek-efek Rp. xx
Piutang Rp. xx
Piutang murabahan Rp. xx
Piutang salam Rp. xx
Piutang istishna Rp. xx
Piutang pendapatan ijarah Rp. xx
Pembiayaan mudharabah Rp. xx
Pembiayaan musyarakah Rp. xx
Persediaan (aktiva yang dibeli untuk dijual kepada klien) Rp. xx
Aktiva yang diperoleh untuk ijarah Rp. xx
Aktiva istishna dalam penyelesaian (setelah dikurangi termin istishna) Rp. xx
Penyertaan Rp. xx
Investasi lain Rp. xx
Aktiva tetap Rp. xx
Akumulasi penyusutan Rp. xx
Aktiva lain-lain Rp. xx
TOTAL AKTIVA Rp. xx

KEWAJIBAN
Kewajiban segera Rp. xx
Simpanan : Rp. xx
Giro wadiah Rp. xx
Tabungan wadiah Rp. xx
Simpanan bank lain : Rp. xx
Giro wadiah Rp. xx
Tabungan wadiah Rp. xx
Kewajiban lain : Rp. xx
Utang salam Rp. xx
Utang istishna Rp. xx
Kewajiban pada bank lain Rp. xx
Pembiayaan yang diterima Rp. xx
Keuntungan yang sudah diuntungkan tetapi belum dibagikan Rp. xx
Utang pajak Rp. xx
Utang lainnya Rp. xx
Pinjaman subordinasi Rp. xx
TOTAL KEWAJIBAN Rp. xx

INVESTASI TIDAK TERIKAT
Investasi tidak terikat dari bukan bank : Rp. xx
Tabungan mudharabah Rp. xx
Deposito mudharabah Rp. xx
Investasi tidak terikat dari bank : Rp. xx
Rabungan mudharabah Rp. xx
Deposito mudharabah Rp. xx
TOTAL INVESTASI TIDAK TERIKAT Rp. xx

EKUITAS
Modal disetor Rp. xx
Tambahan modal disetor Rp. xx
Saldo laba (rugi) Rp. xx
TOTAL EKUITAS Rp. xx
TOTAL KEWAJIBAN INVESTASI TIDAK TERIKAT DAN EKUITAS Rp. xx




Laporan Laba Rugi
Dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK lainnya, PSAK No. 59 (2002) mengatur penyajian laporan laba rugi sebagai berikut ini.
Penyajian dalam laporan laba rugi mencakup, tetapi tidak terbatas pada pos-pos pendapatan dan beban yang dapat disusun sebagai berikut :

BANK SYARIAH
LAPORAN RUGI LABA
PERIODE 1 JANUARI – 31 DESEMBER 20...
I. PENDAPATAN OPERASI
1) Pendapatan operasi utama
Pendapatan dari jual beli Rp. xx
Pendapatan marjin murabahah Rp. xx
Pendapatan bersih salam paralel Rp. xx
Pendapatan bersih istishna paralel Rp. xx
Pendapatan dari sewa : Rp. xx
Pendapatan bersih ijarah Rp. xx
Pendapatan dari bagi hasil : Rp. xx
Pendapatan bagi hasil mudharabah Rp. xx
Pendapatan bagi hasil musyawarah Rp. xx
Pendapatan operasi utama lainnya Rp. xx
Total pendapatan operasi utama Rp. xx
2) hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat Rp. xx
3) Pendapatan operasi lainnya Rp. xx
Total Pendapatan Operasi Rp. xx
II. BEBAN OPERASI Rp. xx (-)
Total laba operasi bersih Rp. xx
III. PENDAPATAN DAN BEBAN LAIN-LAIN Rp. xx
Pendapatan non-operasi Rp. xx
Beban non operasi Rp. xx
Laba sebelum zakat dan pajak Rp. xx
IV. ZAKAT Rp. xx
Laba sebelum pajak Rp. xx
V. PAJAK PENGHASILAN Rp. xx (-)
LABA BERSIH SETELAH PAJAK Rp. xx

Rabu, 02 Juni 2010

JENIS PEMBIAYAAN DI BANK SYARIAH

Pembiayan di bank syariah terbagi atas beberapa jenis berdasarkan bentuk akadnya. Secara umum aqda 3 jenis dasar transaksi pembiayaan di bank syariah yaitu :
1. Pembiayaan Jual-Beli, contohnya adalah murabahah, salam, istishna
2. Pembiayaan Sewa Menyewa, contohnya adalah ijarah dan ijarah muntahiya
bittamilk
3. Pembiayaan Bagi hasil : musyarakah dan mudharabah

PEMBIAYAAN JUAL BELI
Kata kunci pembiayaan jual-beli adalah adanya barang yang diperjual-belikan. Selama pembiayaan yang diajukan bertujuan pembelian suatu barang, maka bank akan menggunakan akad jual-beli.
Dalam pembiayaan jual-beli, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah bertindak sebagai pembeli. Pada prakteknya meskipun bank bertindak sebagai penjual namun barang yang dijual tidak selalu milik bank. Bank mengadakannya melalui pihak lain yang memiliki barang dan bank membayarnya dengan tunai . Selanjutnya bank menjualnya kepada nasabah dan dibayar secara angsuran oleh nasabah. Penyerahan barang bisa saja dilakukan secara langsung dari pemilik barang kepada nasabah.

Adapun jenis pembiayaan jual beli yang lazim dilakukan oleh bank syariah adalah :
1. MURABAHAH
Yaitu pembiayaan jual beli dimana penyerahan barang dilakukan di awal
akad.
Bank menetapkan harga jual barang yaaitu harga pokok perolehan
barang ditambah sejumlah
margin/ keuntungan bank. Harga jual yang telah
disepakati di awal akad tidak boleh berubah
selama jangka waktu
pembiayaan .


CONTOH APLIKASI :
a. Pembiayaan konsumtif misalnya : Pembiayaan Pemilikan Rumah,
Pembiayaan
pemilikan kendaraan, Pembiayaan pemikan perabotan rumah
tangga.


b. Pembiayaan produktif misalnya : Pembiayaan investasi mesin dan peralatan,
pembiayaan
investasi gedung dan bangunan untuk pabrik/ kantor/sekolah,
pembiayaan persediaan
barang dagangan, pembiayaan bahan baku
produksi.


2. S A L A M
Yaitu pembiayaan jual-beli di mana barang yang diperjual-belikan belum ada. Pembayaran barang dilakukan di depaqn oleh bank namun penyerahan barang dilakukan secara tangguh karena memerlukan proses pengadaannya. Setelah barang diserahkankepada bank maka bank akan menjualnya kepada pembeli yang telah nenesan sebelumnya. Hal ini disebut salam paralel karena melibatkan pemesan dan bank, serta bank dan pelaksana yang bertanggung jawab atas realisasipesanan tersebut.

CONTOH APLIKASI
Biasa dipraktekkan bagi pembiayaan produk pertanian. Sebagai contoh seorang pedagang besar sembako melakukan pemesanan 1000 ton beras yang tipe, kualitas, kuantitas dan harganya sudah ditentukan kepada seorang petani. Karena petani tersebut tidak memiliki modal kerja , maka bank akan membiayai modal kerja petani. Petani menerima dana di awal akad dari bank yang akan digunakan untuk kebutuhan pengadaan sarana produksi maupun kebutuhan proses penanaman hingga panen . Setelah panen, hasil beras sesuai spesifikasi yang diminta akan diserahkan kepada bank. Selanjutnya bank akan menjual kepada pemesannya yaitu si pedagang besar dan bank akan menerima pembayaran sebagai sumber pelunasan pembayaran si petani.

3. ISTISHNA
Yaitu pembiayaan jual beli yang polanya saqma dengan pembiayaan salam, namun berbeda dalam pola pembayarannya . Bila salam pembayarannya dilakukan di awal akad, maka dalam istishna dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan.

CONTOH APLIKASI :
Biasa dipraktikkan dalam pembiayaan manufaktur atau pembiayaan konstruksi

PEMBIAYAAN SEWA MENYEWA

Pengertian pemberian sewa menyewa dapat didefenisikan sebagai transaksi terhadap penggunaan manfaat suatu barang dan jasa dengan pemberian imbalan,. Apabila obyek pemanfaatannya berupa barang, maka imbalannya disebut dengan sewa , sedangkan bila obyeknya berupa tenaga kerja maka imbalannya disebut upah. Ada 2 ( dua ) jenis ijarah yaitu
1.Ijarah Murni, yaitu suatu transaksi sewa-menyewa obyek tanpa adanya perpindahan kepemilikan yaitu obyek tetap dimiliki oleh si pemilik.
2.Ijarah Muntahiya Bitamilik, yaitu suatu transaksi sewa menyewa di mana terdapat pilihan bagi si penyewa untuk memiliki barang yang disewa di akhir masa sewa melalui mekanisme sale and lease back

PEMBIAYAAN BAGI HASIL
Berdasarkan komposisi share modal bank dalam usaha nasabah, terdapat ( dua ) pola pembayaran, yaitu :
1. Mudharabah yaitu bila bank membiayai 100 % kebutuhan dana untuk usaha. Sedangkan nasabah bertindak sebagai pelaksana atas usaha tersebut.

2. Musyarakah, yaitu bila komposisi pembiayaan bank kurang dari 100 %. Artinya selain bertindak sebagai pelaksana usaha, nasabah juga memiliki dana sendiri dalam usaha yang dibiayai bank. Komposisi permodalan antara bank dan nasabah dapat 70 %, 30 % atau 60 % , 40 % atau sesuai kesepakatan. Perbedaan komposisi akan menentukan perbedaan nisbah bagi hasil. Semakin besar share dana yang diberikan, maka semakin besar nisbah bagi hasil yang diterima,